0

Rok Mini Ketemu Otak Mini? Klop Dong

Pagi ini, dalam perjalanan menuju tempat kerja, seperti biasa saya naik Transjakarta koridor VI. Suasana bus tidak terlalu padat ketika meninggalkan halte Ragunan. Saya sempat memperhatikan sekilas para penumpang. Yah, habis mau lihat ke mana lagi? Di seberang bangku tempat saya duduk ada seorang wanita yang duduk dengan memakai rok yang agak pendek, tapi tidak mini. Mungkin kalau wanita ini sedang berdiri, batas bawah roknya kira-kira 15cm di atas lutut.

Tak pelak, saya jadi teringat akan komentar Gubernur kita mengenai rok mini dan angkot. Walaupun si Gubernur sudah meminta maaf akan kesalahtafsiran yang timbul akibat komentarnya, para aktifis perempuan mengadakan demonstrasi dan menantang bahwa tidak ada hubungan antara rok mini dengan perkosaan. Sebuah langkah yang kontraproduktif, menurut saya. Apa yang terjadi selanjutnya (mungkin) sama sekali tidak membuat para korban menjadi tenang.

Rok Mini Ketemu Otak Mini
Pun demikian dengan perempuan, apakah dengan demo seperti itu, dengan memakai rok mini, mereka menjadi aman? Saya sempat membaca kutipan “Bukan Otak Kami yang Salah, Tapi Otak Kalian yang Mini“. Boleh aja pasang slogan seperti itu. Teruskanlah kenakan rok mini, dan tunggulah sampai ketemu otak mini. Ketika ada pria iseng, katakanlah pria itu tidak memperkosa, tapi colek paha Anda, apakah dengan berteriak ‘otak ngeres’ atau ‘otak mini’, Anda akan jadi aman? Si pria mungkin babak belur dihajar massa, digelandang ke polsek, tapi dia sudah mencicipi paha Anda. Untuk apa menantang keadaan? Bayangkan pula kalau kejadiannya di tempat sepi, siapa yang membela Anda? Mudah-mudahan Anda punya ilmu bela diri yang tinggi yang bisa menyambangi kepercayaan diri Anda dalam mengenakan rok mini di tengah malam buta dengan naik angkutan umum.
Banyak orang jahat di luar sana, untuk apa mengundang bahaya? Itu sama saja Anda pakai perhiasan emas di leher, pergelangan tangan dan pergelangan kaki, berjalan sendirian di malam hari dan berharap semuanya akan aman-aman saja. Ada orang jahat yang berharap harta saja, ada orang jahat yang berharap dapat bonus dari berharap harta. Karena dianggap lemah, wanita lebih sering dijadikan target kejahatan. Jadi, dengan kecenderungan seperti itu, untuk apa menantang bahaya?
Aktifis Perempuan ke mana Aja Tadinya?
Ketika ramai diberitakan mengenai kasus perkosaan sebulan belakangan ini, baik yang terjadi pada mahasiswi Binus (belakangan diberitakan bahwa dia diperkosa sesudah tewas) maupun yang terjadi pada seorang karyawati yang pulang malam (belakangan diberitakan bahwa dia memang sudah janjian dengan pelaku), tidak ada (sedikit?) suara dari Komnas Perempuan ataupun aktifis perempuan lainnya yang masuk sampai ke media.
Tapi, ketika si Gubernur melontarkan bola panas dengan komentar mengenai rok mini di angkot, ditanggapi dengan serius oleh Komnas Perempuan dan para aktifis perempuan. Mereka protes karena tidak ada hubungan antara rok mini dengan perkosaan. Begitu panasnya mereka sampai perlu demonstrasi di jantung ibukota dengan mengenakan rok mini dan tanktop.
Pertanyaan saya, ke mana mereka ketika korban perkosaan sedang divisum di rumah sakit? Sedang memperjuangkan apa mereka ketika korban perkosaan sedang dimakamkan?
Yang tampak oleh saya Komnas Perempuan dan aktifis perempuan lebih senang memperjuangkan hak untuk mempertontokan belahan dada, paha dan bokong. Mereka adalah orang-orang yang juga menentang UU Pornografi.
Intinya, kalau urusan buka-bukaan anggota badan, mereka paling maju! Tapi, kalau urusan korban perkosaan (catat: mereka semua perempuan) mereka malah baru bersuara kalau pakaiannya disalahkan. Jadi, yang penting untuk mereka adalah urusan PAKAIAN.
Bagaimana dengan restorasi trauma korban perkosaan? Adakah mereka memperjuangkan hukuman yang lebih berat untuk pelaku pemerkosaan? Dengan mendemo rok mini seperti di Bundaran HI seperti itu apakah akan meringankan perasaan korban?
Prihatin dengan Perlindungan Perempuan
Tanpa bermaksud klise, saya prihatin dengan lemahnya negara ini melindungi perempuan. Saya prihatin dengan para korban perkosaan, bahkan sampai ada yang kehilangan nyawa. Dalam pandangan saya, Komnas Perempuan dan para aktifis perempuan adalah lembaga yang paling tepat untuk mencapai misi ini: melindungi perempuan dari kekerasan, bukannya repot protes ngurusin rok mini sampai demonstrasi bersifat menantang segala. Tunjukkan usaha yang nyata.
Usahakanlah agar pelaku perkosaan mendapat hukuman yang berat. Diperlukan langkah-langkah agar peluang seseorang melakukan kekerasan terhadap perempuan diperkecil. Bahkan, bila memungkinkan, ditiadakan sama sekali.
Pendidikan moral dan kesusilaan perlu juga ditanamkan sejak dini. Ini agar supaya generasi-generasi muda tidak mudah kesengsem kalau lihat cewek dan bikin kepala berdenyut-denyut. Coba lihat tontonan kita sekarang ini, sudahkah mengusung norma-norma kesusilaan? Singkatnya, kita tentu tidak ingin mereka (generasi muda) cepet gede; tumbuh sebelum waktunya. Pergaulan bebas yang sudah jadi praktik keseharian adalah indikasi bahwa ada sesuatu yang salah. Bahkan, kalau sampai hal itu kita anggap wajar, ada sesuatu yang salah dan rusah parah.
Saya kuno? Boleh saja sebut saya begitu. Coba bandingkan dengan keadaan tahun 1990-an. Waktu itu, cara berpakaian cewek-cewek masih ‘normal’. Kalau keluar rumah pake hot pants dipastiin bakalan jadi obrolan sepanjang masa. Kalau ada acara malam, mana ada tahun segituan yang pakai gaun dada rendah sampai belahan dada (kalau ada, itu juga) kelihatan. Tahun segitu pun juga belum ada belahan gaun yang menampakkan paha, malah sampai tembus ke pinggang. Semua relatif masih tampak tertutup.
Buat yang tahun segitu masih culun (muda banget), coba liat video-video musik tahun segituan deh. Cewek paling funky jaman itu pakai rok panjang, jarang yang ada keliatan dengkulnya. Pada masa itu, tentu saja tercatat terjadi kekerasan terhadap perempuan. Tapi akses kita terhadap televisi hanya satu: TVRI Nasional. Tontonannya pun boleh dibilang membosankan. Tapi, bisa jadi justru itu menjadi faktor yang menentukan generasi yang masih muda pada jaman itu menjadi generasi yang sekarang. Saya tidak punya data statistik, tapi saya berani bertaruh prosentase kejahatan terhadap wanita makin meningkat mendekati masa kini. Dan saya yakin bahwa cara berpakaian wanita yang dipertontonkan di media, baik tivi nasional, majalah, dsb yang menjadikan faktor penentunya.
Jadi, saya cenderung menyalahkan tontonan yang dibombardir kepada kita. Akses Internet atas konten porno pun sekarang tambah mudah. Makanya, saya agak aneh dengan orang-orang yang mentertawakan usaha Menkominfo yang memblokir konten porno dari Internet. Suatu usaha yang bisa dibilang mustahil, tapi apa langkah-langkah orang-orang itu dalam melindungi keluarganya dari konten porno?
Untuk itu, saya menghimbau untuk kita semua agar melindungi perempuan di mana saja mereka berada. Untuk para perempuan, bantu kita melindungi dengan tidak menantang bahaya. Boleh saja pakai rok mini, saya sendiri juga enjoy koq, asalkan kakinya bagus, mulus, gak gede dan gak varises (banyak syaratnya yah; hehehe…), tapi lihat juga situasi di mana kalian memakainya. Di kantor tentu relatif gak akan ada yang komen, tapi pulangnya jangan naik angkot kecuali kalian punya ilmu bela diri setingkat Karen Mok atau Shu Qi. Teruslah berpenampilan menarik dan wajar, wahai wanita.

SUMBER:
parhttp://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/tanzir/2011/09/21/rok-mini-ketemu-otak-mini-klop-dong/a

0 comments:

Posting Komentar

Siguiente Anterior Inicio